Rabu, 24 April 2013


MAKALAH
TEORI PSIKOLOGI BELAJAR TINGKAH LAKU ROBERT MILLS GAGNE


BAB I
PEMBAHASAN

A.      Biografi Robert Mills Gagne
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di Noerth Andover Massachusetts dan meninggal pada tahun 2002. Pada tahun 1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari Yale dan pada tahun 1940 memperoleh gelar Ph. D. Pada bidang psikologi dari Brown University. Celar profesor diperolehnya ketika mengajar di Connecticut College for Women dari 1940-1949. Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun 1945-1946 dan terakhir diperolehnya dari Florida State University. Antara tahun 1949-1958, Gagne menjadi Direktur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air Force. Pada waktu inilah dia mulai mengembangkan teori “Conditions of Learning” yang mengarah pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965.
Istri Gagne adalah Pat, seorang ahli biologi terlatih. Mereka memiliki seorang putra, Sam, dan putri, Ellen. Ellen adalah seorang psikolog pendidikan di University of Georgia.
Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori. Dia juga dikenal sebagai seorang psikolog eksperimental yang berkosentrasi pada belajar dan pengajaran.
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran adalah tulisan-tulisannya tentang : Instructional Symstems Design, The Condition of Learning (1965) dan Principles of Instructional Design. Ketiga karyanya tersebut telah mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk berbagai topik pelajaran di sekolah. Karyanya tentang The codition of Learning, merupakan tulisan yang dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di Angkatan Udara Amerika.
B.       Pemikiran Robert M. Gagne
Robert Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Oleh karena itu, Gagne berpendapat bahwa sebuah pembelajaran bentuk dan jenis belajar berjumlah lebih dari satu, kemudian Gagne menyebutnya sebagai “delapan tipe belajar”. Dalam tipe ini gagne memusatkan perhatian pada hasil yang diperoleh bukan bagaimana proses yang dilalui untuk mendapatkan hasil tersebut. Kemudian, kedelapan tipe tersebut disusun secara sistematis atau hirarkis yang akan digunakan sebagai landasan tipe belajar berikutnya dengan kata lain orang harus menguasai tipe belajar yang satu kemudian baru yang selanjutnya.
Pada perkembangannya, kedelapan tipe tersebut ditinggalkan dan diganti dengan tipe yang menurut Gagne lebih bagus untuk kedepannya. Sistem tersebut dikenal dengan lima hasil belajar. Pada sistem ini Gagne tidak hanya melihat hasilnya namun juga melihat proses yang dilakukan oleh seseorang dalam memperoleh hasilnya. Hal tersebut mengacu pada hakikat manusia dimana setiap manusia itu unik yang memiliki kemampuan internal berbeda dan pastinya memiliki cara berbeda dalam memperoleh hasilnya. Pada proses selanjutnya kita akan mengetahui bagaimana ide-ide Gagne yang lain serta penjelasan lebih lanjut tentang delapan tipe belajar dan lima hasil belajar.
           
1)        Delapan Tipe Belajar
Manusia memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne menyusun tipe-tipe belajar berdasarkan hasil belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang dilalui peserta didik untuk mencapai hasil itu.  Selain itu, Gagne mencoba menempatkan delapan tipe belajar itu berada dalam suatu urutan hirakis, yaitu tipe belajar yang satu menajdi dasar atau landasan tipe belajar berikutnya.  Dengan demikian, peserta didik yang tidak menguasai tipe belajar yang terdahulu,  akan mengalami kesulitan dalam mengusai tipe belajar selanjutnya.  Untuk lebih jelasnya, kedelapan tipe belajar ini disajikan dalam tabel berikut:

No
Tipe Belajar
Hasil Belajar
Contoh Prestasi
1
Belajar sinyal(signal learning)
Memberikan reaksi pada perangsang (S-R)
Guru sejarah yang galak dikuti oleh siswa – Siswa tidak suka sejarah
2
Belajar stimulus respon(stimulus response learning)
Memberikan reaksipada perangsang (S-R)
Guru memuji tindakan siswa – Siswa cenderung mengulang
3
Belajar merangkai tingkah laku (behaviour chaining learning)
Menghubungkan gerakan yang satu dengan yang lain
Membuka pintu mobil – duduk – kotrol persneling – menghidupkan mesin – menekan kopling – pesang persneling 1 – menginjak gas
4
Belajar asosiasi verbal( verbal chaining learning)
Memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang
Nomor teleponmu? (021) 617812
5
Belajar diskriminasi(discrimination learning)
Memberikan reaksi yang berbeda pada stimulus-stimulus yang mempunyai kesamaan
Menyebutkan merek mobil-mobil yang lewat di jalan
6
Belajar konsep(concept learning)
Menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu
Manusia, ikan paus, kera, anjing, adalah makhluk menyusui
7
Belajar kaidah(rule learning)
Menghubungkan beberapa konsep
Benda bulat berguling pada alas yang miring
8
Belajar memecahkan masalah(problem solving)
Mengembangkan beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan masalah
Menemukan cara memperoleh energi dari tenaga atom, tanpa mencemarkan lingkungan hidup

Berikut penjelasan kedelapan tipe belajar menurut Gagne :
1.      Belajar Isyarat (signal learning)
Menurut Gagne, tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus, sebenarnya tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
2.      Belajar Stimulus Respon
Belajar tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping). Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru memberi pertanyaan kemudian murid menjawab.
3.      Belajar Merantaikan (chaining)
Tipe ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
4.      Belajar Asosiasi Verbal (verbal Association)
Tipe ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu. Membuat prosedur dari praktek kayu.
5.      Belajar Membedakan (discrimination)
Tipe belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan. Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk (kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus, kubus, dsb.
6.      Belajar Konsep (concept learning)
Belajar mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri). Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika teknik.
7.      Belajar Dalil (rule learning)
Tipe ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
8.      Belajar Memecahkan Masalah (problem solving)
Tipe ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau permasalahan kepada siswa siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban atau penyelesaian dari masalah tersebut.

2)        Sistematika “Lima Hasil Belajar”
Dari “Delapan Tipe Belajar” di atas, Gagne menggantinya dengan “Lima Hasil Belajar”. Tetapi dalam “Lima Hasil Belajar” ini mencakup sebagian tentang “Delapan Tipe Belajar” tersebut. Dan sistematika yang ini lebih relevan apabila diterapkan pada siswa yang masih duduk di bangku sekolah.
Menurut Gagne, penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar disebut kemampuan (Gagne, 1988). Menurut Gagne ada lima kemampuan. Yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal dan keterampilan motorik. Dan sistematika ini tidak memperhatikan tentang urutan yang hirarkis antara satu dengan yang lainnya.
a)      Keterampilan Intelektual
Yakni kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/ simbol (huruf, angka, kata, gambar).[1] Dengan kata lain, keterampilan intelektual  seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan simbol-simbol atau gagasan. Dan kegiatan ini sudah dimulai saat seseorang berada di tingkat pertama pada sekolah dasar. Dan akan berlanjut sesuai dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Keterampilan intelektual terbagi atas beberapa subkemampuan yang diurutkan secara hirarkis. Yakni subkemampuan yang diletakkan paling bawah adalah sebagai landasan bagi subkemampuan berikutnya.

Berikut adalah bagan dari subkemampuan itu.



           











 Keterangan :
1.      Diskriminasi adalah suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara obyek satu dengan yang lainnya, meskipun mirip satu sama lain. Misalnya menyebutkan nama merek mobil yang lewat di jalan.
2.      Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada aneka objek dalam lingkungan fisik. Suatu konsep konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk, ukuran, panjang, lebar, kasar-halus, dan lain-lain).  Contohnya, bulat, persegi, biru, merah, halus dan lain-lain. Dan konsep konkret yang paling penting adalah posisi objek. Contoh posisi objek adalah di atas, di bawah, di samping, di luar, di dalam, di kiri, di kanan, di sekitar dan lain-lain.
3.      Konsep terdefinisi adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkaran hidup fisik, karena realitas itu tidak berbentuk.  Misal, konsep asam adalah suatu zat yang dapat memerahkan kertas lakmus biru. Dan siswa akan dapat memilih zat yang memenuhi definisi itu.
4.      Kaidah atau aturan adalah suatu representasi mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, maka akan terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan keteraturan. Orang yang telah mempelajari aturan akan mampu menghubungkan beberapa konsep. Misal, seorang anak berkata “benda yang bulat berguling di atas alas yang miring”, dia telah menguasai konsep “benda”, “bulat”, “alas”, “miring” dan “berguling” dan mentukan adanya relasi tetap antara antara kelima konsep itu.
5.      Aturan tingkat tinggi merupakan kombinasi antara beberapa aturan, sehingga terbentuk aturan yang lebih kompleks. Berdasarkan aturan tingkat tinggi yang dipegang, orang mampu memecahkan suatu masalah,dan kemudian menerapkannya pada masalah yang sejenis.

b)     Strategi Kognitif
Strategi kognitif adalah suatu keterampilan khusus yang mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Dalam suatu teori belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir (Gagne, 1985). Orang yang memiliki kemampuan ini, dapat menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, khususnya apabila sedang belajar dan berpikir.
Berbagai macam strategi kognitif, menurut Weinsten dan Mayer (1986), untuk memudahkan siswa dalam belajar, strategi kognitif dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.
1.      Strategi Menghafal
Yakni siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang materi yang akan dipelajari. Misal, latihan itu berupa mengulang nama-nama dalam suatu urutan, seperti nama pahlawan, tahun-tahun pecahnya perang dunia. Dan juga bisa dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan yang penting atau menyalin bagian-bagian teks yang penting.
2.      Strategi Elaborasi
Siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan yang telah disediakan atau tersedia. Misal, bila diterapkan pada pembuatan prosa, maka kegiatan-kegiatan elaborasi merupakan pembuatan parafrasa, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan dan perumusan pertanyaan dengan jawaban-jawaban.
3.      Strategi Pengaturan
Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur merupakan teknik dasar strategi ini. Materi tersebut disusun atau diatur menjadi sekumpulan kategori yang bermakana. Hubungan antara fakta-fakta tersebut disusun dalam tabel-tabel atau dengan membuat garis-garis besar tentang gagasan utama dan menyusun organisasi baru untuk gagasan-gagasan itu.
4.      Strategi Metakognitif
Menurut Brown (1978), strategi metakognitif meliputi kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan itu dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan itu.
5.      Strategi Afektif
Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu secara efektif.
c)      Informasi Verbal
Informasi verbal adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis.
Informasi verbal meliputi :
1.      Cap verbal :  kata yang dimilki seseorang untuk menunjuk pada objek-objek yang dihadapi, misalnya kata “kursi” untuk barang tertentu.
2.      Data/fakta :  kenyataan yang diketahui misalnya, “Negara Indonesia ”
Apabila seseorang mampu menguasai informasi verbal ini, maka ia dapat menuangkan pengetahuan yang ia dapat dengan bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
d)     Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat dipengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian atau makhluk hidup lainya. Sikap yang penting adalah sikap kita terhadap orang lain. Ada pula sikap-sikap yang umum yang biasanya disebut nilai-nilai. Sikap dan nilai kerap disamakan meskipun ada ahli psikologi yang memandang nilai sebagai “sikap sosial”, yaitu sikap masyarakat luas terhadap sesuatu, seperti sikap hormat terhadap bendera nasional dan sikap menolak tindakan korupsi. Dan ada pula yang me njadikan sikap sosial itu sebagai sikap pribadi.
Dalam sikap dibedakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa mobil besar membutuhkan bahan bakar banyak dan karena itu biaya operasi menjadi tinggi (aspek kognitif). Dia tidak suka mengeluarkan uang banyak untuk mengoperasikan mobil besar, hanya demi menjaga gengsi (aspek afektif). Maka, dia tidak hendak membeli mobil besar dan berhasrat membeli mobil yang lebih kecil saja (aspek konatif). Aspek yang terakhir inilah yang sangat mempengaruhi dalam mengambil atau menentukan tindakan pilihan berdasarkan sikap tertentu.
e)      Keterampilan Motorik
Orang yang memiliki keterampilan motorik mampu melakukan suatu rangkaian gerakgerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam ini disebut “motorik”, karena otot, urat, dan persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sangat berakar dalam kejasmanian. Ciri-ciri ketrampilan motorik adalah otomatisme, yakni rangkaian gerak-gerik yang berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibituhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu. Keterampilan motorik tidak hanya mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang disertai dengan keterampilan intelektual. Misalnya, membaca, menulis, memainkan instrumen musik, atau dalam pelajaran sains, menggunakan berbagai macam alat seperti mikroskop, berbagai alat listrik dalam fisika, atau alat distilasi dalam pelajaran kimia.
Untuk mempermudah pembahasan kelima kemampuan belajar ini disajikan dalam tabel sebagai berikut :
No
Jenis hasil belajar
Deskripsi kemampuan
Contoh
1
Kemampuan intelektual
Menerapkan  konsep dan peraturan untuk mengatasi masalah dan ide-ide untuk menghasilkan produk
Mentakhrij hadits untuk mengetahui validitas hadits untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan sebuah fatwa agama
2
Strategi kognitif
Mengelola pikiran dan proses belajar seseorang
Secara selektif menggunakan pendekatan ushul fiqih, ilmu hadits dan ilmu tafsir dalam beristinbath hukum mengenai suatu permasalahan kontemporer yang belum pernah dibahas sebelumnya
3
Informasi verbal
Menyebut, menceritakan, atau menggambarkan informasi yang telah tersimpan sebelumnya
Menyebutkan kaidah-kaidah ushul fiqih
4
Kemampuan keterampilan motorik (skill)
Melaksanakan suatu tindakan dengan tepat dan cepat
Seorang yang hafal al-Quran segera dapat membenarkan bacaan ketika terjadi kesalahan yang tidak disengaja
5
Sikap
Menentukan tidakan pribadi
Dalam sebuah majelas taklim, seorang ulama mendengarkan pertanyaan umat mengenai berbagai masalah agama yang mereka hadapi dan dapat merespons dalam majelis tersebut

C.      Kejadian-Kejadian Instruksional
Berdasarkan analisis Gagne tentang kejadian-kejadian belajar yang telah dibahas sebelumnya, ia mengemukakan kejadian-kejadian instrukusional yang ditujukan pada guru yang menyajikan pelajaran bagi sekelompok siswa. Kejadian-kejadian ini  akan diuraikan sebagai berikut:
1.      Mengaktifkan Motivasi (activating motivation)
Kejadian instruksi pertama ialah memotivasi para siswa dalam belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka terhadap suatu pokok bahasan yang kemudian mengemukakan kegunaannya.
2.      Menjelaskan Tujuan-Tujuan Belajar (Informing Lerners of Objectives)
Dengan menjelaskan tentang mengapa kita belajar, apa yang akan kita pelajari dan hasil apa yang kita dapatkan setelah belajar, dapat juga dijadikan sebagai motivator bagi siswa.
3.      Mengarahkan Perhatian (directing attention)
Dalam hal ini, Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang pertama berfungsi untuk membuat siswa agar siap menerima stimulus-stimulus. Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif.[2] Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menegaskan pengucapan suatu kata, menggarisbawahi suatu kata dalam suatu kalimat, atau menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para siswa.
4.      Merangsang Ingatan (stimulating recall)
Menurut Gagne, ini merupakan bagian yang paling kritis dalam proses belajar. Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada siswa  dengan tujuan untuk memancing siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang berisi konsep atau aturan yang disimpan dalam memori jangka panjang, sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang akan diajarkan.
5.      Menyediakan Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar diperlukan untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang. Misalnya, untuk informasi verbal bimbingan dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru pada pengalaman siswa. Sebagai contoh, jika suatu aturan akan diajarkan, maka siswa seharusnya sudah memahami konsep-konsep yang merupakan komponen-komponen pembentuk aturan itu.
6.      Meningkatkan Retensi
Dalam hal ini, retensi berarti penahanan materi ajar yang telah diperoleh agar tidak lepas dari ingatan, diantaranya dapat dilakukan dengan cara mengulangi materi berkali-kali, memberi banyak contoh dan latihan atau mengemasnya dalam bentuk yang lebih menarik, misalnya dalam bentuk diagram, table, mainmap atau nyanyian. 
7.      Melancarkan Transfer Belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Dalam hal ini, penguasaan fakta-fakta, konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan siswa sangat dibutuhkan untuk menyusun rencana yang baik.
8.      Memberikan Umpan Balik (Providing feedback)
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan belajar, hendaknya guru menunjukkan hasil belajar siswa dalam waktu yang sedini mungkin agar materi selanjutnya berjalan dengan lancar. Pemberian tes atau mengamati perilaku siswa dapat dijadikan sarana untuk melaksakan umpan balik. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement pada siswa untuk penampilan yang berhasil.[3]

D.      Kejadian Belajar
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu tindakan belajar (learning act). Fase-fase tersebut merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Setiap fase dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Fase-fase tersebut ialah :
1.      Fase motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
2.      Fase pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada bagian-bagian yang esensial suatu kejadian intruksional jika belajar akan terjadi.
3.      Fase perolehan
Siswa dapat membentuk gambaran mental informasi atau membentuk asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
4.      Fase retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
5.      Fase pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan dengan informasi dalam memori jangka panjang. Oleh karena itu kita perlu memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6.      Fase generalisasi
Generalisasi atau transfer informasi pada situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.
7.      Fase penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
8.      Fase umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka yang menunjukkan apakah merka telah atau belum mengerti tentang apa yang diajarkan.














DAFTAR PUSTAKA
Dewanti, Sintha Sih. 2010. Handout Psikologi Belajar Matematika. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Ichsan, Burhanudin dkk. 2011. Perbandingan Keefektifan Perkuliahan Dengan Menggunakan Prinsio-Prinsip Gagne dan Tradisional Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal Penelitian Humaniora Volume 12 No.2 Agustus 2011. Diakses dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id pada 15 maret 2013.
Malik, Halim K. 2008. Teori Belajar dan Aplikasinya Dalam Pembelajaran. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008. Diakses dari  http://ejurnal.ung.ac.id pada 15 Maret 2013.
Robert M. Gagne diakses dari http://en.wikipedia.org pada 15 Maret 2013.
Salamah. 2010. Kontribusi dan Implikasi Teori Instruksional. Jurnal Inovasi Pendidikan Vol 11, No. 1 2010. Diakses dari http://uns.ac.id pada 15 Maret 2013.
Wilis, Ratna. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Erlangga.
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.




[1] Psikologi Pendidikan karya dari Winkel W. S, hal. 112.
[2] Teori-teori Belajar dan Pembelajaran Hal. 128
[3] Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, hal 126

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tulis Komentar Anda