MAKALAH
TEORI PSIKOLOGI BELAJAR TINGKAH
LAKU ROBERT MILLS GAGNE
BAB I
PEMBAHASAN
A. Biografi
Robert Mills Gagne
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang
lahir pada tahun 1916 di Noerth Andover Massachusetts dan meninggal pada tahun
2002. Pada tahun 1937 Gagne memperoleh gelar A.B. dari Yale dan pada tahun 1940
memperoleh gelar Ph. D. Pada bidang psikologi dari Brown University. Celar
profesor diperolehnya ketika mengajar di Connecticut College for Women dari
1940-1949. Demikian juga ketika di Penn State University dari tahun 1945-1946
dan terakhir diperolehnya dari Florida State University. Antara tahun
1949-1958, Gagne menjadi Direktur Perceptual and Motor Skills Laboratory US Air
Force. Pada waktu inilah dia mulai mengembangkan teori “Conditions of Learning”
yang mengarah pada hubungan tujuan pembelajaran dan kesesuaiannya dengan desain
pengajaran. Teori ini dipublikasikan pada tahun 1965.
Istri Gagne adalah Pat, seorang ahli biologi
terlatih. Mereka memiliki seorang putra, Sam, dan
putri, Ellen. Ellen adalah
seorang psikolog pendidikan di University of Georgia.
Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang
mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia
adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada
pengaruh pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori. Dia juga dikenal sebagai
seorang psikolog eksperimental yang berkosentrasi pada belajar dan pengajaran.
Kontribusi besar Gagne dalam pengembangan pengajaran
adalah tulisan-tulisannya tentang : Instructional Symstems Design, The
Condition of Learning (1965) dan Principles of Instructional Design. Ketiga
karyanya tersebut telah mendominasi bagaimana melaksanakan pengajaran untuk
berbagai topik pelajaran di sekolah. Karyanya tentang The codition of Learning,
merupakan tulisan yang dibuatnya ketika melaksanakan latihan militer di
Angkatan Udara Amerika.
B. Pemikiran
Robert M. Gagne
Robert Gagne berpendapat bahwa belajar
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar
pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu seseorang
meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial.
Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh
seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Oleh karena itu, Gagne berpendapat bahwa sebuah
pembelajaran bentuk dan jenis belajar berjumlah lebih dari satu, kemudian Gagne
menyebutnya sebagai “delapan tipe belajar”. Dalam tipe ini gagne memusatkan perhatian pada
hasil yang diperoleh bukan bagaimana proses yang dilalui untuk mendapatkan
hasil tersebut. Kemudian, kedelapan tipe
tersebut disusun secara sistematis atau
hirarkis yang akan digunakan sebagai landasan tipe belajar berikutnya
dengan kata lain orang harus menguasai tipe belajar yang satu kemudian baru
yang selanjutnya.
Pada
perkembangannya, kedelapan tipe
tersebut ditinggalkan dan diganti dengan tipe
yang
menurut Gagne lebih bagus untuk kedepannya. Sistem tersebut dikenal dengan “lima hasil belajar”. Pada sistem ini Gagne tidak hanya melihat
hasilnya namun juga melihat proses yang dilakukan oleh seseorang dalam
memperoleh hasilnya. Hal tersebut mengacu pada hakikat manusia dimana setiap
manusia itu unik yang memiliki kemampuan internal berbeda dan pastinya memiliki
cara berbeda dalam memperoleh hasilnya. Pada proses selanjutnya kita akan
mengetahui bagaimana ide-ide Gagne yang lain serta penjelasan lebih lanjut
tentang delapan tipe belajar dan lima hasil belajar.
1)
Delapan
Tipe Belajar
Manusia
memilki beragam potensi, karakter, dan kebutuhan dalam belajar. Karena itu
banyak tipe-tipe belajar yang dilakukan manusia. Gagne menyusun tipe-tipe
belajar berdasarkan hasil belajar yang diperoleh dan bukan proses belajar yang
dilalui peserta didik untuk mencapai hasil itu. Selain itu, Gagne mencoba
menempatkan delapan tipe belajar itu berada dalam suatu urutan hirakis, yaitu
tipe belajar yang satu menajdi dasar atau landasan tipe belajar
berikutnya. Dengan demikian, peserta didik yang tidak menguasai tipe
belajar yang terdahulu, akan mengalami kesulitan dalam mengusai tipe
belajar selanjutnya. Untuk lebih jelasnya, kedelapan tipe belajar ini
disajikan dalam tabel berikut:
No
|
Tipe Belajar
|
Hasil Belajar
|
Contoh Prestasi
|
1
|
Belajar sinyal(signal
learning)
|
Memberikan reaksi pada
perangsang (S-R)
|
Guru sejarah yang galak
dikuti oleh siswa – Siswa tidak suka sejarah
|
2
|
Belajar stimulus respon(stimulus response learning)
|
Memberikan reaksipada perangsang (S-R)
|
Guru memuji tindakan siswa – Siswa cenderung mengulang
|
3
|
Belajar merangkai
tingkah laku (behaviour chaining learning)
|
Menghubungkan gerakan
yang satu dengan yang lain
|
Membuka pintu mobil –
duduk – kotrol persneling – menghidupkan mesin – menekan kopling – pesang
persneling 1 – menginjak gas
|
4
|
Belajar asosiasi verbal( verbal chaining learning)
|
Memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang
|
Nomor teleponmu? (021) 617812
|
5
|
Belajar
diskriminasi(discrimination learning)
|
Memberikan reaksi yang
berbeda pada stimulus-stimulus yang mempunyai kesamaan
|
Menyebutkan merek
mobil-mobil yang lewat di jalan
|
6
|
Belajar konsep(concept learning)
|
Menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu
|
Manusia, ikan paus, kera, anjing, adalah makhluk
menyusui
|
7
|
Belajar kaidah(rule
learning)
|
Menghubungkan beberapa
konsep
|
Benda bulat berguling
pada alas yang miring
|
8
|
Belajar memecahkan masalah(problem solving)
|
Mengembangkan beberapa kaidah menjadi prinsip
pemecahan masalah
|
Menemukan cara memperoleh energi dari tenaga atom,
tanpa mencemarkan lingkungan hidup
|
Berikut
penjelasan kedelapan tipe belajar menurut Gagne :
1.
Belajar Isyarat (signal learning)
Menurut
Gagne, tidak semua reaksi spontan manusia terhadap stimulus, sebenarnya tidak menimbulkan respon. Dalam konteks inilah signal learning terjadi. Contohnya yaitu
seorang guru yang memberikan isyarat kepada muridnya yang gaduh dengan bahasa
tubuh tangan diangkat kemudian diturunkan.
2.
Belajar Stimulus Respon
Belajar
tipe ini memberikan respon yang tepat terhadap stimulus yang diberikan. Reaksi yang
tepat diberikan penguatan (reinforcement) sehingga terbentuk perilaku tertentu (shaping).
Contohnya yaitu seorang guru memberikan suatu bentuk pertanyaan atau gambaran
tentang sesuatu yang kemudian ditanggapi oleh muridnya. Guru memberi pertanyaan kemudian murid
menjawab.
3.
Belajar Merantaikan (chaining)
Tipe
ini merupakan belajar dengan membuat gerakan-gerakan motorik sehingga akhirnya membentuk
rangkaian gerak dalam urutan tertentu. Contohnya yaitu pengajaran tari atau senam
yang dari awal membutuhkan proses-proses dan tahapan untuk mencapai tujuannya.
4.
Belajar Asosiasi Verbal (verbal Association)
Tipe
ini merupakan belajar menghubungkan suatu kata dengan suatu obyek yang berupa benda,
orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dalam urutan yang tepat. Contohnya
yaitu Membuat langkah kerja dari suatu praktek dengan bntuan alat atau objek tertentu.
Membuat prosedur dari praktek kayu.
5.
Belajar Membedakan (discrimination)
Tipe
belajar ini memberikan reaksi yang berbeda–beda pada stimulus yang mempunyai kesamaan.
Contohnya yaitu seorang guru memberikan sebuah bentuk pertanyaan dalam berupa
kata-kata atau benda yang mempunyai jawaban yang mempunyai banyak versi tetapi
masih dalam satu bagian dalam jawaban yang benar. Guru memberikan sebuah bentuk
(kubus) siswa menerka ada yang bilang berbentuk kotak, seperti kotak kardus,
kubus, dsb.
6.
Belajar Konsep (concept learning)
Belajar
mengklsifikasikan stimulus, atau menempatkan obyek-obyek dalam kelompok tertentu
yang membentuk suatu konsep. (konsep : satuan arti yang mewakili kesamaan ciri).
Contohnya yaitu memahami sebuah prosedur dalam suatu praktek atau juga teori. Memahami
prosedur praktek uji bahan sebelum praktek, atau konsep dalam kuliah mekanika
teknik.
7.
Belajar Dalil (rule learning)
Tipe
ini meruoakan tipe belajar untuk menghasilkan aturan atau kaidah yang terdiri
dari penggabungan beberapa konsep. Hubungan antara konsep biasanya dituangkan
dalam bentuk kalimat. Contohnya yaitu seorang guru memberikan hukuman kepada
siswa yang tidak mengerjakan tugas yang merupakan kewajiban siswa, dalam hal
itu hukuman diberikan supaya siswa tidak mengulangi kesalahannya.
8.
Belajar Memecahkan Masalah (problem solving)
Tipe
ini merupakan tipe belajar yang menggabungkan beberapa kaidah untuk memecahkan
masalah, sehingga terbentuk kaedah yang lebih tinggi (higher order rule). Contohnya yaitu seorang guru memberikan kasus atau
permasalahan kepada siswa siswanya untuk memancing otak mereka mencari jawaban
atau penyelesaian dari masalah tersebut.
2)
Sistematika “Lima Hasil Belajar”
Dari “Delapan Tipe Belajar” di atas, Gagne menggantinya
dengan “Lima Hasil Belajar”. Tetapi dalam “Lima Hasil Belajar” ini mencakup
sebagian tentang “Delapan Tipe Belajar” tersebut. Dan sistematika yang ini
lebih relevan apabila diterapkan pada siswa yang masih duduk di bangku sekolah.
Menurut Gagne, penampilan-penampilan yang dapat diamati
sebagai hasil belajar disebut kemampuan (Gagne, 1988). Menurut Gagne ada lima
kemampuan. Yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi
verbal dan keterampilan motorik. Dan sistematika ini tidak memperhatikan
tentang urutan yang hirarkis antara satu dengan yang lainnya.
a)
Keterampilan Intelektual
Yakni kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup
dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan
berbagai lambang/ simbol (huruf, angka, kata, gambar).[1]
Dengan kata lain, keterampilan intelektual
seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungannya dengan penggunaan
simbol-simbol atau gagasan. Dan kegiatan ini sudah dimulai saat seseorang
berada di tingkat pertama pada sekolah dasar. Dan akan berlanjut sesuai dengan
perhatian dan kemampuan intelektual seseorang.
Keterampilan intelektual terbagi atas beberapa
subkemampuan yang diurutkan secara hirarkis. Yakni subkemampuan yang diletakkan
paling bawah adalah sebagai landasan bagi subkemampuan berikutnya.
1.
Diskriminasi adalah
suatu kemampuan untuk mengadakan respons yang berbeda terhadap
stimulus-stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Berdasarkan
pengamatan terhadap berbagai obyek, orang mampu membedakan antara obyek satu
dengan yang lainnya, meskipun mirip satu sama lain. Misalnya menyebutkan nama
merek mobil yang lewat di jalan.
2.
Konsep konkret adalah
pengertian yang menunjuk pada aneka objek dalam lingkungan fisik. Suatu konsep
konkret menunjukkan suatu sifat objek atau atribut objek (warna, bentuk,
ukuran, panjang, lebar, kasar-halus, dan lain-lain). Contohnya, bulat, persegi, biru, merah, halus
dan lain-lain. Dan konsep konkret yang paling penting adalah posisi objek.
Contoh posisi objek adalah di atas, di bawah, di samping, di luar, di dalam, di
kiri, di kanan, di sekitar dan lain-lain.
3.
Konsep terdefinisi adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak
langsung menunjuk pada realitas dalam lingkaran hidup fisik, karena realitas
itu tidak berbentuk. Misal, konsep asam
adalah suatu zat yang dapat memerahkan kertas lakmus biru. Dan siswa akan dapat
memilih zat yang memenuhi definisi itu.
4.
Kaidah atau aturan adalah suatu representasi mental dari kenyataan hidup dan
sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Bila dua konsep atau lebih
dihubungkan satu sama lain, maka akan terbentuk suatu ketentuan yang
mempresentasikan keteraturan. Orang yang telah mempelajari aturan akan mampu
menghubungkan beberapa konsep. Misal, seorang anak berkata “benda yang bulat
berguling di atas alas yang miring”, dia telah menguasai konsep “benda”,
“bulat”, “alas”, “miring” dan “berguling” dan mentukan adanya relasi tetap
antara antara kelima konsep itu.
5.
Aturan tingkat tinggi merupakan kombinasi antara beberapa aturan, sehingga
terbentuk aturan yang lebih kompleks. Berdasarkan aturan tingkat tinggi yang
dipegang, orang mampu memecahkan suatu masalah,dan kemudian menerapkannya pada
masalah yang sejenis.
b)
Strategi Kognitif
Strategi kognitif adalah suatu keterampilan khusus yang
mempunyai kepentingan tertentu bagi belajar dan berpikir. Dalam suatu teori
belajar modern, suatu strategi kognitif merupakan suatu proses kontrol, yaitu
proses internal yang digunakan siswa (orang yang belajar) untuk memilih dan
mengubah cara-cara memberikan perhatian, belajar, mengingat, dan berpikir
(Gagne, 1985). Orang yang memiliki kemampuan ini, dapat menyalurkan dan
mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, khususnya apabila sedang belajar dan
berpikir.
Berbagai macam strategi kognitif, menurut Weinsten dan Mayer (1986), untuk
memudahkan siswa dalam belajar, strategi kognitif dikelompokkan sesuai dengan
fungsinya.
1.
Strategi Menghafal
Yakni siswa melakukan latihan mereka sendiri tentang
materi yang akan dipelajari. Misal, latihan itu berupa mengulang nama-nama
dalam suatu urutan, seperti nama pahlawan, tahun-tahun pecahnya perang dunia.
Dan juga bisa dapat dilakukan dengan menggarisbawahi gagasan-gagasan yang
penting atau menyalin bagian-bagian teks yang penting.
2.
Strategi Elaborasi
Siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan
bahan-bahan yang telah disediakan atau tersedia. Misal, bila diterapkan pada
pembuatan prosa, maka kegiatan-kegiatan elaborasi merupakan pembuatan
parafrasa, pembuatan ringkasan, pembuatan catatan dan perumusan pertanyaan
dengan jawaban-jawaban.
3.
Strategi Pengaturan
Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu
kerangka yang teratur merupakan teknik dasar strategi ini. Materi tersebut
disusun atau diatur menjadi sekumpulan kategori yang bermakana. Hubungan antara
fakta-fakta tersebut disusun dalam tabel-tabel atau dengan membuat garis-garis
besar tentang gagasan utama dan menyusun organisasi baru untuk gagasan-gagasan
itu.
4.
Strategi Metakognitif
Menurut Brown (1978), strategi metakognitif meliputi
kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan
pencapaian tujuan itu dan memilih alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan
itu.
5.
Strategi Afektif
Teknik ini digunakan para siswa untuk memusatkan dan
mempertahankan perhatian untuk mengendalikan kemarahan dan menggunakan waktu
secara efektif.
c)
Informasi Verbal
Informasi verbal adalah pengetahuan yang dimiliki
seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis.
Informasi
verbal meliputi :
1.
Cap verbal : kata
yang dimilki seseorang untuk menunjuk pada objek-objek yang dihadapi, misalnya
kata “kursi” untuk barang tertentu.
2.
Data/fakta :
kenyataan yang diketahui misalnya, “Negara Indonesia ”
Apabila seseorang mampu menguasai informasi verbal ini,
maka ia dapat menuangkan pengetahuan yang ia dapat dengan bahasa yang memadai,
sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
d)
Sikap
Sikap merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat
dipengaruhi perilaku seseorang terhadap benda, kejadian-kejadian atau makhluk
hidup lainya. Sikap yang penting adalah sikap kita terhadap orang lain. Ada
pula sikap-sikap yang umum yang biasanya disebut nilai-nilai. Sikap dan nilai
kerap disamakan meskipun ada ahli psikologi yang memandang nilai sebagai “sikap
sosial”, yaitu sikap masyarakat luas terhadap sesuatu, seperti sikap hormat
terhadap bendera nasional dan sikap menolak tindakan korupsi. Dan ada pula yang
me njadikan sikap sosial itu sebagai sikap pribadi.
Dalam sikap dibedakan tiga aspek, yaitu aspek kognitif,
aspek afektif dan aspek konatif. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa mobil
besar membutuhkan bahan bakar banyak dan karena itu biaya operasi menjadi
tinggi (aspek kognitif). Dia tidak suka mengeluarkan uang banyak untuk
mengoperasikan mobil besar, hanya demi menjaga gengsi (aspek afektif). Maka,
dia tidak hendak membeli mobil besar dan berhasrat membeli mobil yang lebih
kecil saja (aspek konatif). Aspek yang terakhir inilah yang sangat mempengaruhi
dalam mengambil atau menentukan tindakan pilihan berdasarkan sikap tertentu.
e)
Keterampilan Motorik
Orang yang memiliki keterampilan motorik mampu melakukan
suatu rangkaian gerakgerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan
koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
Keterampilan semacam ini disebut “motorik”, karena otot, urat, dan persendian
terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sangat berakar dalam
kejasmanian. Ciri-ciri ketrampilan motorik adalah otomatisme, yakni rangkaian
gerak-gerik yang berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan
supel, tanpa dibituhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan
mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu. Keterampilan motorik tidak hanya
mencakup kegiatan fisik, melainkan juga kegiatan motorik yang disertai dengan
keterampilan intelektual. Misalnya, membaca, menulis, memainkan instrumen
musik, atau dalam pelajaran sains, menggunakan berbagai macam alat seperti
mikroskop, berbagai alat listrik dalam fisika, atau alat distilasi dalam
pelajaran kimia.
Untuk
mempermudah pembahasan kelima kemampuan belajar ini disajikan dalam tabel
sebagai berikut :
No
|
Jenis hasil belajar
|
Deskripsi kemampuan
|
Contoh
|
1
|
Kemampuan intelektual
|
Menerapkan konsep
dan peraturan untuk mengatasi masalah dan ide-ide untuk menghasilkan produk
|
Mentakhrij hadits untuk
mengetahui validitas hadits untuk selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan
sebuah fatwa agama
|
2
|
Strategi kognitif
|
Mengelola pikiran dan proses belajar seseorang
|
Secara selektif menggunakan pendekatan ushul fiqih,
ilmu hadits dan ilmu tafsir dalam beristinbath hukum mengenai suatu
permasalahan kontemporer yang belum pernah dibahas sebelumnya
|
3
|
Informasi verbal
|
Menyebut, menceritakan,
atau menggambarkan informasi yang telah tersimpan sebelumnya
|
Menyebutkan
kaidah-kaidah ushul fiqih
|
4
|
Kemampuan keterampilan motorik (skill)
|
Melaksanakan suatu tindakan dengan tepat dan cepat
|
Seorang yang hafal al-Quran segera dapat
membenarkan bacaan ketika terjadi kesalahan yang tidak disengaja
|
5
|
Sikap
|
Menentukan tidakan
pribadi
|
Dalam sebuah majelas
taklim, seorang ulama mendengarkan pertanyaan umat mengenai berbagai masalah
agama yang mereka hadapi dan dapat merespons dalam majelis tersebut
|
C. Kejadian-Kejadian
Instruksional
Berdasarkan
analisis Gagne tentang kejadian-kejadian belajar yang telah dibahas sebelumnya,
ia mengemukakan kejadian-kejadian instrukusional yang ditujukan pada guru yang
menyajikan pelajaran bagi sekelompok siswa. Kejadian-kejadian ini akan diuraikan sebagai berikut:
1.
Mengaktifkan
Motivasi
(activating motivation)
Kejadian instruksi pertama ialah memotivasi para siswa dalam
belajar. Hal ini dapat dilakukan dengan membangkitkan perhatian mereka terhadap
suatu pokok bahasan yang kemudian mengemukakan kegunaannya.
2.
Menjelaskan
Tujuan-Tujuan Belajar
(Informing Lerners of Objectives)
Dengan menjelaskan tentang mengapa kita belajar, apa yang
akan kita pelajari dan hasil apa yang kita dapatkan setelah belajar, dapat juga
dijadikan sebagai motivator bagi siswa.
3.
Mengarahkan
Perhatian
(directing attention)
Dalam hal ini, Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang
pertama berfungsi untuk membuat siswa agar siap menerima stimulus-stimulus.
Bentuk kedua dari perhatian disebut persepsi selektif.[2]
Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara menegaskan pengucapan suatu kata,
menggarisbawahi suatu kata dalam suatu kalimat, atau menunjukkan sesuatu yang
harus diperhatikan para siswa.
4.
Merangsang
Ingatan
(stimulating recall)
Menurut Gagne, ini merupakan bagian yang paling kritis dalam
proses belajar. Guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada siswa dengan tujuan untuk memancing siswa dalam
mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang berisi konsep atau aturan yang
disimpan dalam memori jangka panjang, sehingga siswa akan lebih mudah memahami
materi yang akan diajarkan.
5.
Menyediakan
Bimbingan
Belajar
Bimbingan belajar diperlukan untuk memperlancar masuknya
informasi ke memori jangka panjang. Misalnya, untuk informasi verbal bimbingan
dapat diberikan dengan cara mengkaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
Sebagai contoh, jika suatu aturan akan diajarkan, maka siswa seharusnya sudah
memahami konsep-konsep yang merupakan komponen-komponen pembentuk aturan itu.
6.
Meningkatkan
Retensi
Dalam hal ini, retensi berarti penahanan materi ajar yang
telah diperoleh agar tidak lepas dari ingatan, diantaranya dapat dilakukan
dengan cara mengulangi materi berkali-kali, memberi banyak contoh dan latihan
atau mengemasnya dalam bentuk yang lebih menarik, misalnya dalam bentuk
diagram, table, mainmap atau nyanyian.
7.
Melancarkan
Transfer
Belajar
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah
dipelajari pada situasi baru. Dalam hal ini, penguasaan fakta-fakta,
konsep-konsep, dan keterampilan-keterampilan siswa sangat dibutuhkan untuk
menyusun rencana yang baik.
8.
Memberikan
Umpan Balik (Providing feedback)
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya
suatu tujuan belajar, hendaknya guru menunjukkan hasil belajar siswa dalam
waktu yang sedini mungkin agar materi selanjutnya berjalan dengan lancar. Pemberian
tes atau mengamati perilaku siswa dapat dijadikan sarana untuk melaksakan umpan
balik. Umpan balik ini dapat memberikan reinforcement pada siswa untuk
penampilan yang berhasil.[3]
D.
Kejadian Belajar
Gagne mengemukakan delapan fase dalam satu
tindakan belajar (learning act). Fase-fase tersebut merupakan kejadian-kejadian
eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Setiap fase
dipasangkan dengan suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa. Fase-fase
tersebut ialah :
1.
Fase motivasi
Siswa (yang belajar) harus diberi motivasi
untuk belajar dengan harapan bahwa belajar akan memperoleh hadiah.
2.
Fase pengenalan
Siswa harus memberikan perhatian pada
bagian-bagian yang esensial suatu kejadian intruksional jika belajar akan
terjadi.
3.
Fase perolehan
Siswa dapat membentuk gambaran mental informasi
atau membentuk asosiasi antara informasi baru dan informasi lama.
4.
Fase retensi
Informasi baru yang diperoleh harus dipindahkan
dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang.
5.
Fase pemanggilan
Mungkin saja kita dapat kehilangan hubungan
dengan informasi dalam memori jangka panjang. Oleh karena itu kita perlu
memanggil informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
6.
Fase generalisasi
Generalisasi atau transfer informasi pada
situasi-situasi baru merupakan fase kritis dalam belajar.
7.
Fase penampilan
Para siswa harus memperlihatkan bahwa mereka
telah belajar sesuatu melalui penampilan yang tampak.
8.
Fase umpan balik
Para siswa harus memperoleh umpan balik tentang
penampilan mereka yang menunjukkan apakah merka telah atau belum mengerti
tentang apa yang diajarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewanti, Sintha Sih. 2010.
Handout Psikologi Belajar Matematika.
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Ichsan, Burhanudin dkk.
2011. Perbandingan Keefektifan
Perkuliahan Dengan Menggunakan Prinsio-Prinsip Gagne dan Tradisional Terhadap
Motivasi dan Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal Penelitian Humaniora Volume 12
No.2 Agustus 2011. Diakses dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id pada 15 maret 2013.
Malik, Halim K. 2008. Teori Belajar dan Aplikasinya Dalam
Pembelajaran. INOVASI, Volume 5, Nomor 2, Juni 2008. Diakses dari http://ejurnal.ung.ac.id pada 15 Maret 2013.
Salamah. 2010. Kontribusi dan Implikasi Teori Instruksional.
Jurnal Inovasi Pendidikan Vol 11, No. 1 2010. Diakses dari http://uns.ac.id pada 15 Maret 2013.
Wilis, Ratna. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran.
Bandung : Erlangga.
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media
Abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tulis Komentar Anda